BALAI KOTA - Barang siapa menghalangi seseorang menggunakan
kondom, terancam denda Rp 50 juta. Atau, penjara paling lama tiga bulan.
Sanksi tersebut bakal dituangkan dalam Raperda Penanggulangan HIV/AIDS yang
kini masih dikaji kalangan legislatif dan eksekutif.
Payung hukum tersebut, perlu dibuat mengingat tingginya kasus HIV/AIDS di Kota Semarang. Melonjaknya jumlah penderita HIV/AIDS membuat keprihatinan
eksekutif dan dewan.
Satpol Pesimistis Pengawasan
“Di naskah akademik (NA) Raperda
disebutkan barang siapa dengan sengaja menghalangi penyelenggaraan
pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS, dipidana
dengan penjara paling lama tiga bulan atau
denda paling banyak Rp 50 juta. Pencegahan yang dimaksud, di antaranya
penggunaan kondom,” beber Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPRD Kota Semarang Imam Mardjuki, kemarin (25/7).
Menurut Imam, pihaknya sangat merespons usulan Dinas Kesehatan. Sebab
penyebaran HIV/AIDS di Kota Semarang tergolong tinggi. Untuk tingkat Jateng, Kota Semarang menduduki peringkat pertama jumlah kasus penderita HIV/AIDS. Pada 2007 lalu,
ada 81 orang yang terjangkit HIV/AIDS.
Pada 2008, meningkat menjadi 96 brang. Peningkatan terus terjadi, yakni 115 kasus di 2009,176 kasus di 2010 dan di 2011 mencapai 235. Penyebaran HIV makin merisaukan. Sebab, hingga Mei 2012 saja, sudah berjumlah 284 kasus. “Kajian
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), jumlah penderita aktual biasa lebih
banyak yang tercatat. Ini fenomena puncak gunung
es. Jika ada 284 orang penderita,
berarti kisaran 20 persen, 80 persen tidak tampak, berarti empat kali lipatnya, sekitar 1.000 yang tak tampak. Ini menjadikan Kota
Semarang nomor satu se- Jateng," jelas
politisi PKS ini.
Karena itu, perlu ada langkah taktis dari pemerintah untuk menekan tingginya penyebaran HIV/AIDS,
khususnya di kawasan lokalisasi. Sebab, bagi Imam, mereka yang datang ke
lokalisasi sudah tidak mempan dengan
imbauan, nasihat moral, maupun agama.
“Dalil-dalil itu sudah tidak berpengaruh. Di sinUh- perlunya sanksi yang tegas dalam rangka
pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS,” kata Imam.
Terkait usulan Raperda, Baleg DPRD
kemarin menggelar rapat harmonisasi
NA dan pemantapan konsepsi Raperda.
Persoalan yang cukup krusial, menyangkut
teknis pengawasan atas pelaksanaan
Perda atau penegakan Perdanya. Baleg
merekomendasikan agar materi
penegakan Perda dimasukkan di draf Raperda.
Apalagi materi tersebut belum disebutkan di NA-nya. “Selama ini
penegakan Perda sangat lemah. Bagaimana teknis pengawasan harus disebutkan secara gamblang.
Persoalannya, tidak mungkin satu per satu
pasangan di lokalisasi diawasi pakai kondom atau tidak. Ini nantinya akan dibahas lebih detail di pansus
yang dibentuk,” kata Imam.
Pelaksana
Tugas Kepala Dinas Kesehatan
Widoyono mengakui sulitnya
pengawasan pelaksanaan Perda
tersebut di masa mendatang. Dinas
Kesehatan dan satpol PP selaku
institusi penegak Perda, tidak mungkin
secara detail mengawasi penggunaan kondom di
setiap kamar di kawasan lokalisasi.
“Mungkin kami hanya bisa memantau dari luar. Bahwa setiap yang
akan ngamar, melakukan hubungan seks, wajib membawa kondom. Dan pengawasan pakai kondom atau tidak, bisa melibatkan pekerja seks
komersil (PSK),” tandasnya. (zal/isk/cel)
Sumber
dari Koran Jawa Pos |Kamis, 26 Juli 2012|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar